Pengertian Management By Objective dapat juga disebut sebagai manajemen berdasarkan sasaran. Pertama kali diperkenalkan oleh Peter Drucker dalam bukunya The Practice of Management pada tahun 1954. Sejak itu MBO telah memacu banyak pembahasan, evaluasi, dan riset. Banyak program jenis MBO telah dikembangkan, termasuk manajemen berdasarkan hasil (manajemen by result), manajemen sasaran (goals manajemen), perencanaan dan peninjauan kembali pekerjaan (work planning and review), sasaran dan pengendalian (goals and controls), dan lain-lainnya. Walaupun artinya berbeda-beda program ini sama. Penggunaannya tidak hanya dalam dunia usaha saja tetapi telah semakin berkembang luas pada dunia nonbisnis, seperti organisasi pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan pemerintahan.
Pengertian Management by Objective (MBO) adalah metode penilaian
kinerja karyawan yang berorientasi pada pencapaian sasaran kerja. Secara umum
esensi sistem MBO, terletak pada penetapan tujuan-tujuan umum oleh para manajer
dan bawahan yang bekerja bersama, penentuan bidang utama setiap individu yang
hasilnya dirumuskan secara jelas dalam bentuk hasil-hasil (sasaran) yang dapat
diukur dan diharapkan, dan ukuran penggunaan ukuran-ukuran tersebut sebagai
satuan pedoman pengoperasian satuan-satuan kerja serta penilaian masing
penilaian sumbangan masing-masing anggota. Pada metode MBO, setiap individu
karyawan memiliki sasaran kerjanya masing-masing, yang bersesuaian dengan
sasaran kerja unitnya untuk satu periode kerja. Penilaian kinerja dalam metode
MBO dilakukan di akhir periode mengacu pada realisasi sasaran kerja.
Pengertian Management by Objective berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal,
atau semi formal, yang dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan
serangkaian kegiatan (langkah) sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan.
Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO merupakan proses partisipatif, secara aktif
melibatkan manager dan para anggota pada setiap tingkatan organisasi. Dengan pengembangan
hubungan antara fungsi perencanaan dan pengawasan,MBO membantu menghilangkan
atau mengatasi berbagai hambatan perencanaan.
Tahap Pelaksanaan MBO
1. Tahap
Persiapan, yaitu tahap menyiapkan dokumen-dokumen serta data-data yang
diperlukan.
2. Tahap
Penyusunan, tahap ini menjabarkan tugas pokok dan fungsi-fungsi setiap bagian
dalam organisasi, agar seluruhnya terintegrasi mencapai visi dan misi yang
dicanangkan oleh instansi. Merumuskan keadaan sekarang untuk membantu
identifikasi dan antisipasi masalah atau hambatan serta kemudahan-kemudahan.
3. Tahap
Pelaksanaan, yaitu tahap dimana pelaksanaan seluruh kegiatan dan fungsi
manajemen secara menyeluruh seperti pengorganisasian, pengarahan, pemberian
semangat dan motivasi, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.
4. Tahap
Pengendalian, Monitor, Evaluasi dan Penyesuaian, pada tahap ini bertujuan agar
tercapainya tujuan dan sasaran yang tertuang dalam rencana stratejik melalui
kegiatan keseluruhan dalam perusahaan.
Istilah manajemen berdasarkan
sasaran (MBO) dipopulerkan sebagai pendekatan pada perencanaan oleh
Peter Drucker pada tahun 1964 dalam bukunya The Practice of Manajemen.
Sejak itu MBO telah memacu banyak pembahasan, evaluasi, dan riset.
Banyak program jenis MBO telah dikembangkan, termasuk manajemen
berdasarkan hasil (manajemen by result), manajemen sasaran (goals
manajemen), perencanaan dan peninjauan kembali pekerjaan (work planning
and review), sasaran dan pengendalian (goals and controls), dan
lain-lainnya. Walaupun artinya berbeda-beda program ini sama.
Penggunaannya tidak hanya dalam dunia usaha saja tetapi telah semakin
berkembang luas pada dunia nonbisnis, seperti organisasi pendidikan,
kesehatan, keagamaan, dan pemerintahan.
MBO
mengacu kepada seperangkat prosedur yang formal atau nonformal yang
dimulai dengan penetapan sasaran dan dilanjutkan sampai peninjauan
kembali hasil pelaksanaanya. Kunci MBO ialah bahwa MBO merupakan proses
partisipasi atau peran serta,
secara aktif melibatkan manajer dan anggota staf pada setiap organisasi.
Dengan membuat struktur organisasi itu tetap berfungsi sebagaimana
fungsi-fungsi dari perencanaan dan pengendalian tetap eksis pada
organisasinya yang mengacu pada MBO. MBO dengan ini bisa membantu banyak
rintangan yang dihadapi oleh organisasi tersebut.
Titik
permulaan MBO adalah filosofi yang sangat positif tentang manusia dan
apa yang membuat mereka ingin bekerja. Menurut Douglas McGregor, ada dua
perangkat asumsi tentang bagimana manusia didorong untuk bekerja. Dalam
pandangan tradisional, manusia menganggap bekerja hanya perlu agar
tetap bertahan hidup dan mereka tidak memikirkan untuk berkembang dalam
melakukan pekerjaannya. Menurut pandangan ini yang dikenal dengan teori
X, para manajer harus tegas dan otoriter, karena bila tidak
para bawahan tidak akan mengalami perkembangan dalam pekerjaannya atau
bahkan perusahaan tersebut mengalami kemunduran, dengan ini juga membawa
keburukan pada hasil produksi yang mereka kerjakan oleh para
karyawannya. Sedikit sekali perusahaan yang berhasil tanpa manajer yang
tegas dan otoriter, bahkan tidak ada sama sekali.
Sebaliknya
para penyokong MBO tampaknya berpegang pada sikap yang jauh lebih
optimis terhadap sifat-sifat manusia, yang dikenal dengan teori Y,
manusia ingin dan berhasrat untuk bekerja, memperoleh banyak kepuasan
dari pekerjaan dalam keadaan yang tepat, dan juga dapat melakukan
pekerjaan dengan baik. MBO bermaksud untuk mengambil keuntungan dari
keinginan dan kemampuan untuk bekerja dengan cara menunjukkan kepada
para manajer bagaimana menyediakan suatu iklim yang akan menghasilkan
yang terbaik bagi semua anggota staf dan memberi kesempatan untuk
pengembangan diri dan juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk
bisa lebih baik lagi dari sebelumnya atau mungkin dari para bawahan
(staf dan lain-lainnya) ada juga yang diangkat menjadi lebih baik dari
pekerjaan sebelumnya, misalnya diangkat menjadi staf, sekretaris bahkan
menjadi manajer perusahaan itu, dengan syarat menenunjukkan kedisiplinan
yang tinggi dan juga pada bidang pekerjaan yang mereka lakukan, dengan
mengikuti seleksi yang cukup ketat dengan para bawahan yang lainnya pada
perusahaan itu.
Manajemen Berdasarkan Sasaran, Apakah Itu?
Intisari
dari sistem MBO terletak pada penetapan sasaran umum oleh para manajer
dan bawahannya yang bekerja sama-sama. Setiap bidang tanggung jawab
utama seseorang ditetapkan dengan jelas dipandang dari segi hasil-hasil
yang diharapkan yang dapat diukur (tujuan dan objektifnya). Tujuan ini
digunakan oleh para bawahan dalam merencanakan pekerjaan mereka serta
oleh para bawahan dan atasan mereka untuk memonitor kemajuan. Penilaian
atas unjuk kerja (performance apprasial) dilakukan bersama-sama atas
dasar kesinambungan, dengan ketentuan untuk peninjauan kembali secara
berkala dan teratur.
Dalam
bukunya The Practice of Management, Drucker memperbandingkan manajement
by objectives dengan management by drives (manajemen berdasarkan
dorongan). Ia menggunakan istilah yang kedua untuk melukiskan tanggapan
atau respon organisasi terhadap tekanan keuangan atau pasar yang baru
dengan “dorongan penghematan” (economy drive) atau “dorongan produksi”
(production drive). Dalam praktek, hal ini menghasilkan sutau perbaikan
yang hanya bersifat sementara. Biasanya manajemen hanya menghasilkan
ketidak-efisienan yang lebih besar dan ketidak-puasan yang lebih banyak
atau lebih baik.
Sebaliknya,
dalam MBO, perencanaan efektif tergantung sampai sejauh mana manajer
menetapkan dengan jelas tujuan yang berlaku secara khusus bagi fungsinya
di dalam perusahaan. Tujuan setiap manajer juga harus memberikan
sumbangan pada tujuan dari pimpinan yang lebih tinggi dan tujuan
perusahaan secara keseluruhan. Penentuan tujuan ini memberikan fokus
yang tajam bagi semua kegiatan manajerial.
Bagaimana
tujuan ini dicapai merupakan hal yang sangat penting. Seperti
dijelaskan oleh Drucker, para manajer harus menetapkan tujuan-tujuan
mereka sendiri, atau setidak-tidaknya, aktif terlibat dalam proses
penetapan tujuan. Penetapan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu
kepada para manajer menghadapi resiko yang sangat nyata, yaitu mereka
mungkin akan menolak untuk bekerja sama atau hanya berusaha dengan
setengah hati untuk melaksanakan tujuan-tujuan orang lain.
Di
samping itu, Drucker menyarankan agar para manajer pada setiap
tingkatan hrus berperan serta dalam menetapkan tujuan yang lebih luas
dari perusahaan dan bagaimana tujuan khusus berkaitan dengan gambaran
secara keseluruhan.
Bagi
Drucker, hubungan antara tujuan-tujuan individu dengan sasaran umum
adalah sangat penting. Tujuan utama dari pelaksaan MBO untuk mencapai
pelak sanaan yang efektif dari keseluruhan organisasi melalui pelaksanaan yang efisien dan integrasi bagian-bagiannya.
Sebaliknya,
Douglas McGregor, lebih menginginkan MBO karena bernilai sebagai suatu
sistem perencanaan dan sistem penilaian hasil pelaksaan. Ia menyarankan
agar para manajer secara individu, setelah mempunyai kata sepakat
mengenai tanggung jawab dari pekerjaan pokok mereka dengan atasan
alangsung mereka, menetapkan tujuan hasil pelaksanaan mereka sendiri
untuk jangka waktu yang pendek, misalnya enam bulan. Jadi, mereka
juga bertanggung jawab untuk membuat rencana khusus untuk mencapai
tujuan mereka sendiri. Pada akhir dari jangka waktu itu, setiap manajer
mengadakan penilaian sendiri yang kemudian dibahas dengan atasan, dan
kemudian mentapkan tujan-tujuan baru untuk jangka waktu berikutnya.
Dengan cara demikian kergu-raguan dan ketegangan yang sering menyertai
jenis-jenis lain dari program penilaian dapat dikurangi.
MBO
dalam paraktek. Hampir 30 tahun telah lewat sejak Drucker
memperkenalkan konsep MBO. Pada tahun-tahun terkhir banyak penulis
manajemen telah memperluas gagasan ini berdasarkan tema dari Drucker. Tetapi apakah MBO telah menjadi pendekatan yang mantap bagi perusahaan Amerika?
MBO
disoroti dalam majalah profesional yang meniulis bahwa dalam suatu
survey nasional yang dilakukan oleh empat perusahaan konsultan, MBO
adalah salah satu dari 13 teknik manajemen yang digunakan dalam
industri, misalnya elektronic data processing, sistem informasi
manajemen (management information systems), pengembangan organisasi
(organizational develoipment), dan pembiayaan langsung (direct costing).
Suatu
penelitian pada tahun 1974 menemukan bahwa walaupun separuh dari
perusahaan-perusahaan besar menggunakan salah satu bentuk dari MBO,
tetapi kurang dari sepuluh persen mersakan bahwa mereka memperoleh
penerapan yang sangat berhasil. Penelitian itu menemukan bahwa walaupun
baanyak perusahaan yang menggunakan program MBO berhasil, tetapi lebih
banyak lagi yang salah mengerti tentang apa yang seharusnya dilakukan
oleh MBO atau bagaimana MBO itu seharusnya diterapkan.
Dalam
suatu studi berikutnya, 41% dari rumah sakit yang diteliti menggunakan
MBO dan 33% lagi sedang merencanakan untuk mulai menggunakan MBO dalam
waktu dekat. Bagian terbesar dari responden melaporkan bahwa MBO telah
meningkatkan hasil pelaksanaan dalam bidang-bidang seperti perencanaan,
pengkoordinasian, pengendalian dan komunikasi.
Sistem MBO Formal
Program
MBO bisa sangat berbeda-beda. Beberapa program dirancang untuk
digunakan pada suatu subunit, sedangkan yang lainnya digunakan untuk
organisasi secara keseluruhan. Metode dan pendekatan tertentu yang
digunakan oleh para manajer dalam suatu program MBO akan berbeda-beda.
Juga mungkin ada perbedaan-perbedaan yang besar dalam penekanan.
Misalnya, di Inggris, MBO dikenal terutama sebagai sistem untuk
perencanaan perseroan atau pengembangan strategi. Penekanan terletak
pada efisiensi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Di Amerika Serikat,
motivasi individu lebih sering menjadi pusat perhatian. Para manajer
lebih memusatkan pada kebutuhan manusia dan pada peran serta bawahan
yang semakin meningkat dalam penetapan sasaran, daripada memusatkan pada
strategi. Namun demikian, dalam hampir semua sistem MBO yang efektif,
terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut:
Ø Kesepakatan pada Program.
Pada
setiap tingkat organisasi, keterikatan para manajer pada pencapaian
tujuan pribadi dan organisasi serta pada proses MBO diperlukan agar
program itu efektif. Banyak waktu dan tenaga yang diperlukan untuk
melaksanakan suatu program MBO yang berhasil. Para manajer harus
mengadakan pertemuan dengan para bawahan, pertama untuk menetapkan
tujuan-tujuan dan kemudian untuk mengkaji kembali kemajuan dalam menuju
tujuan tersebut. Tidak ada jalan pintas yang mudah. Bila sasaran telah
ditetapkan tetapi tidak dikaji kembali secara berkala, tujuan itu tidak
mungkin akan tercapai. bila kemajuan bawahan dikaji kembali dengan cara
penilaian yang berlebihan, hal ini akan mengandung kebencian, dan
kegunaannya akan berkurang. Para bawahan yang bekerja juga merasa
dirinya diperlakukan seenaknya (di awasi terus-menerus) saja oleh para
penilai atau pengawas pekerja. Hal ini akan mendorong terjadinya protes
dari para pegawai bawahan.
Ø Penetapan Sasaran Tingkat Puncak.
Program
perencanaan yang efektif biasanya dimulai dengan para manajer puncak
yang menetapkan sasaran pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para
anggota organisasi yang lain. Sasaran harus dinyatakan dengan istilah
yang khusus dan dapat diukur, misalnya peningkatan lima persen dalam
penjualan kuartal yang akan datang, tidak ada peningkatan dalam
biaya-biaya eksploitasi pada tahun ini, dan sebagainya. Dengan cara
demikian, para manajer dan bawahan akan mempunyai pengertian yang lebih
jelas tentang apa yang diharapkan oleh pimpinan puncak untuk dicapai,
dan mereka dapat melihat bagaimana pekerjaan mereka itu berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran organisasi.
Ø Sasaran Individual.
Dalam
progaram MBO yang efektif, setiap manajer dan bawahan telah menetapkan
dengan jelas tanggung jawab pekerjaan dan tujuan-tujuannya, misalnya
manajer subunit A akan bertanggung jawab atas peningkatan penjualan 15%
dalam jangka waktu dua bulan. Maksud dari penetapan tujuan dengan
menggunakan istilah-istilah pada setiap tingkatan ialah untuk membantu
para pegawai agar mengerti dengan jelas apa yang diharapkan untuk
dicapai. Hal ini membantu setiap rencana individual secara efektif untuk
mencapai sasaran yang ditargetkan.
Sasaran
untuk setiap individu harus ditetapkan dengan konsultasi antara
individu itu dengan atasannya. dalam konsultasi bersama itu, para
bawahan membantu para manajer mengembangkan tujuan yang realitas karena
mereka mengetahui dengan baik apa yang mampu mereka capai. Para manajer
membantu para bawahannya untuk meningkatkan pandangan mereka terhadap
tujuan yang lebih tinggi dengan menunjukkan keinginan untuk membantu
mereka dalam mengatasi rintangan serta kepercayaan pada kemampuan para
bawahan.
Ø Peranserta (Participation).
Derajat
peranserta bawahan dalam menetapkan tujuan sangat berbeda-beda. Pada
satu ekstrim, seorang bawahan mungkin berperanserta hanya dengan ikut
hadir ketika pimpinan sedang menentukan tujuan. Pada ekstrim lainnya,
para bawahan mungkin sama sekali bebas untuk menetapkan tujuan mereka
dan metode untuk mencapai tujuan itu. Kedua ekstrim ini tidak ada yang
efektif. Para manajer kadang-kadang menetapkan tujuan tanpa mengetahui
sepenuhnya tentang kendala di mana bawahan mereka harus bekerja. Para
bawahan kemungkinan memilih tujuan yang tidak sejalan dengan sasaran
organisasi. Sebagai kebiasaan, semakin besar peranserta para manajer dan
bawahan dalam penetapan sasaran, semakin baik kemungkinannya sasaran
itu akan tercapai.
Ø Otonomi Dalam Pelaksanaan Rencana.
Begitu
sasaran telah ditetapkan dan disetujui, individu itu mempunyai
kebijakan yang luas untuk memilih sarana-sarana guna pencapaian tujuan
tersebut. Dalam kendala yang normal dari kebijakan organisasi, para
manajer harus bebas mengembangkan dan melaksanakan program-program untuk
mencapai sasaran tanpa penafsiran kembali oleh atasan langsung mereka.
Dari berbagai aspek yang mereka plih dengan bebas dalam menentukan
sarana dan kebijakan yang diberikan oeh perusahaan atau oraganisasi,
maka para pegawai bawahan merasa diuntungkan dengan program MBO atau
otonomi dalam pelaksanaan rencana. Perlu digaris bawahi, bahwa para
pegawai juga tidak bisa semaunya sendiri dalam menentukan kebijakannya,
juga harus menyangkut pada peraturan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan atau organisasi tersebut. Dan aspek dari program MBO
tersebut, sangat dihargai oleh para manajer dan juga para pegawai
bawahan.
Ø Pengkaajian Kembali Untuk Kerja.
Para
manajer dan bawahan secara berkala mengadakan pertemuan untuk mengkaji
kembali kemajuan dalam menuju sasaran. Selama pengkajian kembali, mereka
memutuskan masalah-masalah yang ada, dan apa yang dapat mereka lakukan
masing-masing untuk memecahkannya. Bila perlu tujuan-tujuan itu dapat
dimodifikasi untuk periode peninjauan kembali yang akan datang.
Agar
adil dan berguna, pengkajian kembali harus didasarkan atas hasil unjuk
kerja yang dapat diukur, bukan atas kriteria yang subjektif, seperti
sikap dan kemampuan. Misalnya, daripada berusaha untuk menilai bagaimana
giatnya seorang wiraniaga di lapangan, seorang manajer seharusnya
menekankan pada angka-angka hasil penjualan nyata yang dicapai dan
sebagai pengetahuan terinci mengenai pelanggannya.
Proses MBO
Walaupun
penekanan dan metodenya sangat berbeda-beda, tetapi hampir semua
program MBO yang efektif meliputi unsur-unsur, sebagai berikut:
a. kesepakatan terhadap pendekatan pada semua tingkat organisasi.
b. penetapan sasaran dan perencanaan yang efektif oleh pimpinan puncak.
c. penetapan sasaran-sasaran individual yang berkaitan dengan sasaran organisasi oleh para manajer dan bawahan.
d. otonomi yang luas dalam pengembangan dan pemilihan sarana untuk mencapai tujuan.
e. Tinjauan teratur atas unjuk kerja (performance) dalam hubungannya dengan tujuan.
Evaluasi MBO
Apakak
konsep MBO benar-benar berjalan? Stephen J. Carroll dan Henry L. Tosi
mengkaji kembali riset pada tiga konsep kunci. Penetapan khusus, umpan
balik pada unjuk kerja, dan peranserta, untuk menentukan apakah
optimisme tentang MBO dapat dibenarkan. Evaluasi itu meliputi:
Ø Penetapan Sasaran (Goal Setting)
Bukti
dengan jelas menunjukkan bahwa bila tiba penetapan sasaran,
keberhasilan yang satu menyebabkan keberhasilan yang lebih mudah pada
yang lainnya juga. Para individu yang menentukan sasaran mereka sendiri
cenderung menuju peningkatan dari hasil unjuk kerja yang lampau. Bila
mereka telah mencapai peningkatan ini, mereka kemudian menetapkan lagi
sasaran yang lebih tinggi. Tetapi, bila mereka gagal mencapai target
mereka, mereka cenderung untuk menetapkan tingkat yang lebih konservatif
untuk periode berikutnya.
Riset
ini juga memberi kesan bila para pegawai diberi sasaran tertentu,
mereka akan mencapai hasil pelaksanaan yang lebih tinggi daripada mereka
yang hanya diminta untuk berbuat sebaik-baiknya. Tetapi bila pegawai
merasakan bahwa sasaran itu cenderung tidak mungkin tercapai, maka hasil
unjuk kerjanya kemungkinan akan menurun.
Walaupun
hampir semua riset yang dikaji kembali oleh Carroll dan Tosi tidak
dilakukan dalam organisasi yang mempunyai program MBO yang mantap,
tetapi riset itu menunjukkan bahwa MBO akan meningkatkan unjuk kerja,
bila sasarannya realistis dan diterima oleh para pegawai yang terlibat.
Namun demikian, derajat peningkatan yang sebenarnya tergantung pada
banyak faktor, seperti pengalaman masa lampau para pegawai secara
individu dengan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian sasaran dan
sesulit manakah sasaran-sasaran itu sebenarnya.
Ø Umpan-balik tentang Unjuk Kerja (Feedback on Performance)
Juga
terdapat bukti yang jelas bahwa pemberian umpan-balik tentang hasil
unjuk kerja (prestasi atau performance) kepada pera pegawai biasanya
menyeabkan unjuk kerja/prestasi yang lebih baik. Di samping itu, proses
pengkajian kembali secara berkala ternyata mempunyai akibat yang positif
pada sikap para pegawai, menciptakan rasa persahabatan, kepercayaan
pada pemimpin, dan kemauan menerima kritik yang lebih toleran.
Beberapa
makalah memperlihatkan hubungan antara kualitas umpan-balik dengan
derajat peningkatan, yaitu makin spesifik dan tepatnya waktu
umpan-balik, makin positif akibatnya. Cara umpan-balik itu diberikan
juga mempengaruhi performance. Umpan balik itu harus diberikan dengan
cara yang bijaksana, terutama bila umpan-balik itu membawa kegagalan
dalam mencapai tujuan. Bila tidak maka akan timbul kebencian dan
prestasi yang minim.
Ø Peranserta
Hampir
semua studi riset tentang peranserta menunjukkan bahwa bawahan yang
berperanserta dalam penetapan sasaran mereka sendiri, nampaknya
menunjukkan tingkat prestasi/unjuk kerja yang lebih tinggi daripada
mereka yang mempunyai sasaran yang telah ditetapkan untuk mereka. Dalam
studi yang terkenal yang dilakukan General Electric, bawahan yang
mempunyai lebih banyak pengaruh dalam penentuan sasaran menunjukkan
sikap yang lebih menyenangkan dan tingkat prestasi yang lebih tinggi.
Sebaliknya bawahan yang mempunyai sedikit pengaruh, menunjukkan perilaku
yang bersifat defensif, dan dalam beberapa hal, tingkat prestsi yang
lebih rendah.
Riset
tersebut menunjukkan bahwa setidak-tidaknya ada dua cara di mana
peranserta dalam menetapkan sasaran dapat menyebabkan prestasi yang
lebih tinggi. Pertama, peranserta dapat menyebabkan kemungkinan yang
lebih besar bahwa sasaran akan diterima, dan sasaran yang telah diterima
akan lebih mungkin untuk dicapai. Kedua, peranserta dapat membawa pada
penetapan sasaran yang lebih tinggi, dan sasaran yang lebih tinggi
membawa hasil prestasi yang lebih tinggi.
Carroll
dan Tosi juga menyimpulkan bahwa, di samping dampaknya pada prestasi,
proses peranserta akan membawa pada komunikasi dan pengertian yang lebih
baik antara manajer dengan bawahan.
Masalah dalam mengevaluasi program MBO
Alasan
utama tentang kurangnya studi mengenai program MBO secara keseluruhan
ialah kesulitan untuk melakukan riset seperti itu. Agar lebih
bermanfaat, suatu studi harus dilaksanakan sebagai eksperimen lapangan
yang terkendali di mana dapat dibandingkan antara prestasi
kelompok-kelompok yang sama, yang hanya berbeda dalam
hal sejumlah terbatas pada faktor variabel saja. Tidak umum bagi
seorang untuk memberi izin pada orang luar untuk melakukan bentuk
eksperimen dalam organisasinya, atau mempunyai waktu dan kesabaran untuk
berperanserta dalam melakukan eksperimen tersebut. Bahkan bila dukungan
seperti itu diperoleh, masih akan tetap sulit untuk mengendalikan
faktor variabel yang sangat penting yang dapat mempengaruhi eksperimen
tersebut. Karena waktu yang lama mungkin harus dilalui sebelum dapat
terlihat perbaikan-perbaikan sebagai hasil dari pelaksanaan program MBO,
maka masalah tentang pengendalian variabel-variabel penting menjadi
semakin sulit dan kemungkinan bahwa perubahan dan kejadian lain yang
akan mempengaruhi hasilnya akan semakin meningkat.
Kekuatan dari MBO
Dalam suatu penelitian tentang para manajer, Tosi dan Carroll mencatat keuntungan-keuntungan utama dari program MBO antara lain:
1. program MBO memberi kesempatan kepada para individu untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.
2. program MBO membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan sasaran dan waktu yang ditargetkan.
3. program MBO meningkatkan komunikasi antara para manajer dan bawahan
4. program MBO membuat para manajer lebih menyadari tentang sasaran organisasi
5. progaram
MBO membuat proses manajemen lebih wajar dengan memusatkan pada suatu
pencapaian. Program ini juga memberi kesempatan kepada para bawahan
untuk mengetahui sebaik mana mereka bekerja dalam kaitannya dengan
sasaran organisasi
Dari
penelitian ini serta analisis lainnya, tampak jelas bahwa MBO mempunyai
keuntungan bagi para individu dan organisasi. Bagi individu mungkin
keuntungan utamanya ialah meningkatnya rasa keterlibatan dan pengertian
tentang sasaran organisasi. Ini memungkinkan usaha dipusatkan di mana
usaha itu sangat diperlukan dan sangat mungkin untuk diberikan
penghargaan. Di samping itu tiap individu mengetahi bahwa mereka akan
dinilai, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau prasangka atasan,
tetapi berdasarkan sebaik mana mereka mencapai sasaran yang mereka
sendiri telah membantu menetapkannya. Sebagai akibatnya,
individu-individu dalam suatu proses MBO lebih besar kemungkinannya
untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dengan penuh kemauan dan
keberhasilan.
Semua
keuntungan individu ini setidak-tidaknya secara tidak langsung akan
memberikan keuntungan kepada perusahaan atau organisasi. Di samping itu
ada keuntungan pada suatu program MBO yang dilaksanakan dengan berhasil
yang berlaku langsung pada organisasi. Karena karena semua tingkat dalam
organisasi membantu dalam penetapan tujuan, maka sasaran dan tujuan
oraganisasi menjadi lebih realistis. Juga komunikasi yang bertambah baik
sebagai akibat adanya MBO, dapat membantu organisasi untuk mencapai
sasarannya dengan lebih baik. Artinya, seluruh organisasi mempunyai rasa
kesatuan yang meningkat. Dan para pegawai bawahan lebih menyadari apa
yang diharapkan oleh pimpinan puncak dan pada gilirannya aka membantu
dalam penetapan tujuan yang dapat dicapai.
Kelemahan-kelemahan MBO
MBO,
tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah organisasi. Penilaian dari
para bawahan merupakan bidang yang sangat sulit karena hal ini
menyangkut status, gaji, dan kenaikan pangkat. Bahkan dalam program MBO
yang paling baik pun, proses pengkajian kembali mungkin dapat
menyebabkan ketegangan dan kebencian. Tidak semua prestasi dapat
dikuantifikasikan atau diukur. Bahkan bila apa yang akan dicapai dapat
diukur, misalnya jumlah penjualan total di daerah bawahan tersebut
mungkin tidak bertanggung jawab untuk hal tersebut. Misalnya, penjualan
mungkin menurun walaupun bawahan telah berusaha dengan sebaik-baiknya
disebabkan oleh langkah dari para pesaing yang tidak diperkirakan
sebelumnya. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh MBO dalam perilaku
para manajer mungkin juga menimbulkan masalah. Dalam MBO, penekanan
diubah dari menilai para bawahan menjadi membantu mereka. Ini merupakan
perubahan yang sulit dilakukan oleh para manajer.
Hampir
semua masalah merupakan persoalan yang berulang-ulang terjadi yang
dihadapi oleh para anggota organisasi, baik mereka mempunyai program MBO
maupun tidak. Namun demikian, ada dua kategori kelemahan yang khas bagi
organisasi yang mempunyai program MBO formal. Dalam kategori pertama
adalah kelemahan yang melekat (inherent) dalam proses MBO. Ini
membutuhkan banyak waktu dan upaya dalam mempelajari penggunaan teknik
MBO dengan tepat serta pekerjaan tulis-menulis yang biasanya diperlukan.
Dalam kategori kedua ada kelemahan yang secara teoritis tidak perlu,
tetapi yang tampaknya sering berkembang bahkan dalam program-program MBO
yang dilaksanakan dengan tepat.
Kategori yang kedua meliputi beberapa masalah penting yang harus dikendalikan bila program itu tidak berhasil, yaitu:
- Gaya dan dukungan pimpinan
bila
para manajer puncak lebih menyukai pendekatan yang otoriter dan
pengambilan keputusan yang terpusat, maka mereka akan memerlukan
pendidikan kembali secara serius sebelum dapat melaksanakan program MBO.
- Adaptasi dan perubahan
MBO
mungkin memerlukan banyak perubahan dalam struktur organisasi, pola
wewenang dan prosedur pengendalian. Para manajer harus mendukung
perubahan-perubahan ini. Mereka yang berperan serta hanya karena
terpaksa untuk mendukung organisasi itu akan dengan mudah menyebabkan
kegagalan program tersebut.
- Kecakapan hubungan antarpribadi (interpersonal skill)
penetapan
tujuan dan proses pengkajian kembali oleh manajer dan bawahan
memerlukan tingkat kecakapan yang tinggi dalam hubungan antarpribadi.
Banyak manajer yang tidak mempunyai pengalaman sebelumnya atau kemampuan
yang lazim dalam bidang ini. Pendidikan dalam pembibingan dan wawancara
mungkin diperlukan.
- Uraian tugas (job description)
penggunaan
daftar khusus dari tujuan dan tanggung jawab individu adalah sulit dan
menghabiskan waktu. Di samping itu uraian tugas harus dikaji kembali dan
direvisi karena keadaan dalam organisasi berubah. Hal ini terutama
penting selama taraf pelaksanaan, bila dampak dari sistem MBO sendiri
dapat menyebabkan perubahan dalam tugas dan tanggung jawab pada tiap
tingkat.
- Penetapan dan pengkoordinasian tujuan
penyusunan
sasaran yang penuh tantangan tetapi realistis sering merupakan sumber
kekacauan bagi para manajer. Mungkin terdapat kesulitan dalam membuat
tujuan itu dapat diukur, dalam menemukan jalur yang baik antara sasaran
yang terlalu mudah dan tidak mungkin dalam melukiskan tujuan secara
jelas dan tepat. Tambahan pula, mungkin sulit mengkoordinasikan seluruh
tujuan organisasi dengan kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan individu.
- Pengendalian terhadap metode pencapaian sasaran
frustasi
yang mendalam bisa terjadi bila usaha seorang manajer untuk mencapai
sasaran tergantung kepada pencapaian usaha-usaha lain dalam organisasi.
Misalnya, manajer bagian produksi tidak diharapkan akan mencapai sasaran
merakit 100 unit per hari bila bagiannya diberi suku cadang hanya untuk
90 unit. Penetapan sasaran kelompok dan keluwesan diperlukan untuk
menyelesaikan persoalan macam ini.
- Konflik antara kreativitas dan MBO
Mengutamakan
prestasi, peningkatan dan kepuasan pada pencapaian sasaran mungkin
tidak akan produktif bila cenderung menghambat inovasi. Bila para
manajer gagal untuk mencoba sesuatu yang baru dan mungkin mengandung
risiko karena tenaga mereka dicurahkan pada tujuan-tujuan MBO tertentu,
beberapa kesempatan mungkin akan hilang. Untuk menghindari bahaya ini,
Odiorne mengusulkan agar kesepakatan terhadap inovasi dan perubahan
harus merupakan bagian dari proses penetapan sasaran.
Agar MBO Efektif
MBO
jangan diharap sebagai obat mujarab untuk perencanaan organisasi,
motivasi, evaluasi, dan kebutuhan pengendalian. Juga, tentu saja ini
bukan merupakan proses sederhana yang dapat dengan cepat dan mudah
dilaksanakan. Namun, demikian, banyak organisasi yang menggunakan bentuk
tertentu dari MBO. Kesadaran mulai tumbuh tentang keuntungan mempunyai
mekanisme untuk penetapan dan evaluasi sasaran manajemen, serta untuk
pengintegrasian sasaran pribadi dengan sasaran organisasi.
Karena
banyak di antara kita menjumpai jenis dari progaram penetapan sasaran
formal, maka kita harus mengkaji kembali beberapa dari unsur-unsur yang
diperlukan untuk keefektifan MBO. Ini dapat dilihat sebagai langkah
penting yang diperlukan dari manajer tingkat tertinggi yang terlibat
dalam program tersebut.
Agar MBO efektif dalam suatu organisasi, ada beberapa hal yang harus di perhatikan, antara lain:
a. Tunjukkan kesepakatan yang berkesinambungan dari pimipinan tingkat tinggi.
Penerimaan
pertama dan antusiasme dari para pegawai untuk program MBO dapat hilang
dengan cepat kecuali jika pimpinan tertinggi melakukan usaha bersama
untuk mempertahankan agar sistem itu tetap hidup dan berfungsi dengan
sepenuhnya. Para manajer yang menemukan kesulitan untuk menetapkan dan
menkaji ulang tujuan-tujuan, mungkin akan kembali pada
pendekatan-pendekatan yang lebih tradisional dan otoriter. Para pimpinan
puncak harus menyadari kecenderungan ini tetap menjadi bagian penting
dari prosedur pelaksanaan organisasi.
b. Didik dan latih para manajer.
Agar
MBO berhasil para manajer harus memahami MBO tersebut dan mempunyai
kecakapan yang memadai. Mereka harus dididik mengenai prosedur dan
keuntungan dari sistem itu dan kecakapan yang diperlukan, dan harus
dibantu untuk mengerti tentang manafaat yang diberikan oleh MBO kepada
organisasi dan pada karir mereka sendiri. Bila para manajer tetap
mempunyai rasa enggan, maka program MBO tidak akan berhasil.
c. Rumuskan tujuan-tujuan dengan jelas.
Para
manajer dan bawahan harus merasa puas bahwa itu realistis dan
dimengerti dengan jelas, dan bahwa tujuan-tujuan tersebut akan digunakan
untuk mengevaluasi prestasi. Mungkin perlu untuk melatih para manajer
dalam kecakapan untuk menyusun sasaran yang berguna dan dapat diukur
serta menyampaikannya secara efektif.
d. Laksanakan umpan-balik secara efektif.
Suatu
sistem MBO tergantung pada para peserta yang mengetahui di mana mereka
berdiri dalam hubungannya dengan tujuan mereka. Penetapan tujuan bukan
merupakan perangsang yang memadai. Tinjauan terhadap prestasi yang
teratur dan umpan-balik dari hasil-hasil juga diperlukan.
e. Anjurkan adanya peranserta.
Para
manajer harus menyadari bahwa peranserta oleh para bawahan dalam
penetapan sasaran bersama dapat mengandung suatu pengalokasian kembali
kekuasaan. Para manajer harus mau melepaskan pengendalian langsung
tertentu atas bawahannya dan mendorong bawahanya itu untuk mengambil
peranan lebih aktif dalam penetapan dan pencapaian tujuan mereka
sendiri. Beberapa manajer merasa tidak senang dengan hilangnya kekuasaan
ini, tetapi program MBO akan menjadi efektif bila mereka melepaskan
pengendalian tertentu.
Beberapa Spekulasi Tentang Keberhasilan dan Kegagalan MBO
Sampai
pada titik ini, kita telah mencoba untuk membatasi pengamatan dan
kesimpulan kita tentang MBO pada pernyataan yang didasarkan pada riset
dan pandangan dari para manajer yang berpengalaman. Sekarang kita akan
“pergi melampui data” dan membuat spekulasi tentang faktor-faktor
penting dalam keberhasilan MBO.
Dalam
jangka panjang, kunci bagi program MBO yang efektif mungkin terletak
pada asumsi, keyakinan dan sikap para manajer dan bawahan. Teknik-teknik
MBO akan berjalan dengan bila
para manajer memegang teori Y dan tindakan-tindakan serta sikap bawahan
sesuai dengan asumsi itu. Manajer teori Y dan bawahan merupakan
kombinasi yang ideal dari MBO.